Rumput Liar

Sabtu, 23 Desember 2017

Maiyahan ke 7 : Jalan berbeda menuju Tuhan




Adanya foto ini e,,hehe

Bukan masalah mau tidak mau menuliskan segala isi tentang roso di majlis tersebut. Tapi segala hal itu tak mampu diurai dalam hampaan luas ini. Semua sudah tertata rapi dalam notesku. Lalu apa yang harus ku tulis? Ya mungkin hanya deskripsiku tentang atmosfer yang ada di sana.

Hujan dari nopember belum juga surut. Masih sering ikut ber-maiyah denganku. Wal hasil basah – basahan lah. Di tengah hujan aku melihat seorang ibu dan suaminya berdiri tidak jauh dari tempatku duduk. Tak sampai hati aku melihatnya. Aku meminta mas-mas di sampingku untuk memanggil beliau duduk di sampingku. Alhamdulillah dapat mengenal sedulur maiyah lagi. Beliau datang dari Magelang. Masih area perbatasan dengan jogja. “Biasanya saya bawa anak – anak mbak. Tapi sekarang lagi liburan di tempat simbahnya. Untung ga bawa mereka. Cuacanya kaya gini, kasian nanti,” ucapnya disusul cerita tentang dua anaknya itu.

Ini kali pertama kali aku berbincang dengan sedulur Maiyah dari kalangan orangtua, terlebih seorang ibu. Alhamdulillah. Majlis Maiyah masih terus berjalan kendati hujan kadang menyapa dengan senyumnya. Para jamaah saling merapatkan diri agar para sedulur yang lain dapat kumanan tempat.
Menginjak jam 9 baru mulai tadarus Al Qur’an. Setengah jam berlalu kemudian para pegiat mengambil alih sebagai para pembuka. Lalu dilanjutkan dengan Mas Sabrang yang mengawali diskusi. aaah seneng aku seneng banget. Serius. Apalagi mbak Via juga ikut hadir. Mungkin beliau ngancani tamu pada diskusi kali ini yaitu bu Ade dan Bu Dini.

Tema pembahasannya kali ini adalah tentang Islam di Perth dari pengalaman Bu Ade serta mengenai air susu ibu (ASI) yang dipaparkan oleh bu Dini. Ia adalah seorang dokter. Pembahasanya yang pertama tentang kisah cinta bu Ade dengan Tuhannya. Para jama’ah dibuat terpukau dengan pengalamannya yang berkali – kali mengislamkan orang lain. Lika-liku perjalanan beliau juga turut serta dibubuhi dalam pemikirannya. Ada satu garis yang sangat jelas. “saya memakai logika dan hati dalam menghadapi hidup,” ucapnya.

Ya, hal ini segaris dengan satu kunci yang saya pegang. Setiap orang memiliki jalan masing – masing untuk menuju Tuhannya. Karena itu tak perlu judge baik buruk orang lain atau merasa jalannya paling benar.

Pembahasan tentang ASI dimulai dari hasil penelitian yang melihat bahwa 10 ibu menyusui hanya 3 diantaranya yang mau menyusui bayinya. Hal tersebut terjadi di Indonesia. Krisis ASI. Pikiranku melayang pada sebuah artikel yang membicarakan susu formula yang tidak memiliki nilai gizi sedikitpun untuk bayi. Ah beruntungnya seorang ibu yang melahirkan secara normal dan menyusui dengan sepenuh hatinya. Titik kesempurnaan perempuan adalah pada saat ia melahirkan dan menyusui. Hal kodrati yang ada pada perempuan. MasyaAllah.

Pembahasan lain sudah aku tulisankan di dalam notes dibawah ini. Entahlah aku enggan menuliskan apa – apa yang sudah jelas tertulis disitu. Bedanya maiyahan kali ini adalah status resmi dan formalku sebagai ‘pencari ilmu’ di tempat dimana biasa aku menginap.
Bantul, 23 Des 2017.



Bulek Tari, yang menjelma menjadi teman sekamarku.















Mas Sabrang