Rumput Liar

Rabu, 22 November 2017

Maiyahan ke 5: Titik Kesempurnaan


Kesempatan langka bisa foto kayak gini, haha

Ya Allah ya mannanu ya kariim
Ya Allah ya rohmmanu ya rokhim
Ya Allah ya fattakhu ya khalim
Ya Allah ya rohmanu ya rokhim

Ya Allah dzakirna mimma nasina
Ya Allah ‘allimna ma jahilna
Dunyaa majnuunun wa nas malnguunun
Hunaka jahilun hunna majhulun

Innaka syafiuna min khoufi ‘adzabillah
wa anta roja’unaa lidhaf’i jaamiil balwaa
Ya tohaa khabibunaa fi aydika nasibuna
Anta yasin nasibuna tusallimu khayatana

Butira air langit menyerbu  bumi Yogyakarta sejak sore. Posisiku di kampus hendak ke Amplaz bertemu denga teman dari Jakarta. Baru setelah maghrib pamit, shalat maghrib dan otw Pandes. Jangan bertanya soal macet. Jalan solo beserta hingga area kota selalu padat dengan kendaraan apalagi ditambah jam pulang beserta dibumbui hujan. Wah nikmat suasana malam jogja kali ini bisa ku teguk mesra. Entah jadi maiyahan atau tidak yang jelas aku tetap bertandang ke tempat Mbak Tari.
Beruntungnya, saat menginjak jam maiyahan hujan tidak terlalu deras. Mungkin memahami niat baik kami yang hendak mengadu dan nyuwun ilmu kepada sang empunya jagat raya ini. Sampai di majlis, kami mendengar suara simbah guru, kami kaget.
“Wah wis munggah to,” kami saling melempar tanya. Padahal jam 20.00 belum genap melingkar di jam tanganku.

Pertanyaan kami terjawab saat sampai di dalam majliis area panggung. Belum ada siapapun di atas panggung. Suara itu hanya rekaman. Kami lungguh di samping kanan kamera. Selang beberapa saat salah satu pegiat maiyah munggah dan memimpin membacakan surat Yusuf.

Suasana semakin ramai. Pelungguhan kami memang basah, merembas dari bawah, barangkali itu sisa – sisa hujan sore tadi. Usai ngaji, panggung diisi oleh band indie membawakan beberapa lagu. Baru setelah itu kiai kanjeng mengambil alih. Membuka acara dengan mengajak bershalawat. Kami berdiri. Beberapa lampu dimatikan. Intro lagu itu membisikiku tentang lagu tersebut. “Embaaak, aku suka. Suka banget. Ini favoritku, sohibul baiti,” bisikku tapi lumayan keras dengan nada riang.

Ya lagu shohibul baiti selalu membawa kesyahduan tersendiri. Aku menutup mata. Menelanjangi diri dari urusan dunia untuk menyatu dengan sang empunya diri. Sangat syahdu. Selesai dengan itu kami lungguh dan mulai belajar dzikiran. Teks lengkapnya sudah ku tulis di awal tulisan ini.
Pada dasarnya aku tak pernah percaya dengan kebetulan. Tapi sungguh dzikir di awal ini adalah salah satu yang ku cari. Aku pernah mendengarnya dari Kiai Budi Harjono Semarang di video. Alhamdulillah pas sekali.  Cukup lama jamaah maiyah diajak dzikir dan menghafal isi dzikir tersebut. Baru sekitar jam setengah 12an, mbah Nun munggah bersama tamu dan beberpa sesepuh maiyah. “Saya mau tanya dulu, gimana posisi tempat dudukmu? Aman?,” mbah Nun bertanya.

Sebagian jamaah menjawab aman sebagian lainnya menjawab banjir. Mbah Nun ngendiko tentang kesempurnaan. Bahwa manusia memili kesempurnaannya masing – masing. Contoh angka 5, kesempurnaan angka 5 ya 5. Buka 4 atau 6. “Maka hidup itu memang harus sempurna. Sempurnanya setiap orang berbeda – beda. Pass dengan presisinya sendri. Disinilah letak gunanya ilmu. Ilmu adalah alat untuk mencari passnya yang diinginkan Allah,” terang mbah Nun.

Kemudian disusul dengan berbagai nasehat dan butiran – butiran hikmah mengenai berbagai persoalan. Otakku ini barangkali memang bebal sehingga hanya beberapa hal yang nyresep ning ati. Tapi ini saja sudah alhamdulillah dapat ku pahami. hehe

Malam ini selain ada Kyai Muzammil, ada juga tamu, seorang peneliti. Lupa engga tak tulis namanya. Duh. Beliau meneliti tentang sejarah dan kekayaan bumi yang menurut asumsinya ada banyak hal yang disembunyikan sejarah. Setiap yang angker pasti ada sesuatu yang disembunyikan di dalamnya. Menariknya kyai Muzammil mengaitkan hal ini dengan apa yang dialaminya. Beliau bertemu dengan guru cak Nun, Umbu Landu Paringgi. Umbu menyampaikan rencananya untuk mempertemukan cak Nun dengan salah satu ahli yang mengetahui tentang kekayaan Indonesia pada 27 mei mendatang. Namun belum juga dipertemukan orang tersebut sudah meninggal. “Allah memberikan kunci rahasia kekayaan bumi kepada Rasulullah. Tapi kanjeng nabi tidak memberi tahu kunci – kunci tersebut. Karena khawatir akan terjadi perpecahan hanya karena harta. Jangan – jangan Allah memanggil orang yang mengetahui  rahasia ini karena alasan hal ini pula” ungkap kyai Muzammil.

Di tengah  acara, gerimis mulai menyapa kembali. Kenapa kau menghindar dari rintik – rintik hujan, seadngkan Allah memberikan rizki di setiap butirnya. “Dadi nek udan ojo do lungo. Tetep lungguh di tempat,” ucap mbah Nun sambil dibarengi tawa.

Tamu yang lain adalah Pak Eko, seorang dokter. Beliau menangani kanker dan sedang mencoba pengetahun mengenai pengobatan berbasis individu. Intinya adalah setiap orang dapat kembali sehat dengan penyembuhan yang berbeda – beda. Walaupum gejala yang diderita sama. Selain itu juga dibahas mengenai makna puasa dalam surat Al-Baqarah ayat 183. Puasa tidak hanya menahan makan dan minum tapi juga menahan dari makanan atau dzat yang membahayakan tubuh. “Dari sinilah terlihat puasa dapat menyembuhkan berbagai penyakit karena berpuasa dari dzat yang merusak. Karena itu di dalam Al Qur’an menyuruh kita berpuasa agar kita sehat.

Ada banyak hal yang disampaikan mbah Nun dan para pemantik lainnya. Hingga sampai pada sesi tanya jawab. Ada yang bertanya tentang kesurupan dari segi kedokteran. Hal ini memancing kru kiai kanjeng bercerita tentang pengalaman mereka seputar kesurupan. Ada juga orang asal Cirebon yang curhat terlebih dahulu dan meminta saran untuk perjalanan hidupnya kedepan. Ada pula yang bertanya ihwal mimpinya bertemu cak Nun. Ah diskusi makin gayeng saja. Aku suasana terkadang sunyi mendengar pemaparan atau kadang terbahak karena statmen dan celetukan dari berbagai pihak yang ada di majlis maiyah.

Sudah ya, capek juga nulis tentang malem pitulasan. Lain kali akan ku selipkan notes di hapeku agar lebih banyak poin – poin penting yang dapat meresap juga di hati dan dapat terimplementasi dikehidupan kita. Aamiin. Sekali lagi ilmu iku kelakone kanti laku.

Saptosari, 19 November 2017.

Dapat tempat duduk di tengah. Alhamdulillah..