Rumput Liar

Jumat, 02 Desember 2016

Saya Difabel


Sebagian icon difabel


Berikut ini saya tulis, kisah yang saya alami sendiri. Saya kira, pantas untuk kita renungkan.

Scene 1
Peringatan Hari Tongkat Putih (White Cane Safety Day) yang dilakukan pusat Layanan Difabel (PLD) 14 Oktober lalu memberi kesempatan bagi saya untuk mencicipi hidup dalam kegelapan. Berjalan dengan mata tertutup dari Gedung PAU yang berada di kampus barat menuju PLD  di kampus timur. Rasa kaget dengan dunia tanpa cahaya. Khawatir menabrak, terjatuh atau nyasar ke tempat yang berbahaya. Saya difabel netra.

Scene 2
Menunggu pergantian jam perkuliahan membawa saya memilih berkunjung ke PLD. Awalnya saya menyapa salah satu teman Tuli saya. Menanyakan perkuliahan dan aktifitas kampus dengan sedikit bahasa isyarat yang saya bisa. Beberapa waktu kemudian, datanglah satu demi satu teman-teman Tuli lainnya. Gerakan tangan mereka sangat cepat dan disertai dengan ekspresi muka yang memperjelas maksud percakapan. Tapi saya tak mampu memahami bahasa mereka. Bekal bahasa isyarat saya sangat minim. Wal hasil saya pun menjadi penonton setia dari percakapan bahasa isyarat yang terjadi di depan saya. Saya Tuli.

Scene 3
Saat itu lutut kaki kiri saya tak sengaja terbentur meja. Awalnya hanya nyeri akibat benturan. Tapi malamnya, mulai terasa membengkak. Ketika menjelang shubuh, saya merasakan kaki saya tak bisa ditekuk. Akhirnya shalatpun saya jalani dengan duduk selonjor. Resikonya, saya maenjadi pusat perhatian anak-anak di pesantren. Untuk berjalan pun menjadi semakin sulit. Ditambah lagi saya harus naik turun tangga menuju masjid milik pesantren. Aktifitas lainpun sama. Saya harus menahan nyeri dan menjaga agar kaki kiri saya tetap dalam keadaan tegak. Sekitar 3 hari, saya merasakan sulitnya mobilitas. Disitu, saya difabel daksa.
Difabel bisa terjadi pada siapa saja. Karena itu sebuah keniscayaan bahwa pada akhirnya kita akan mengalami manjadi difabel.  So, keep care to others !
Yogyakarta, 03 Desember 2016



Dokumentasi 14 Oktober 2016