Rumput Liar

Jumat, 26 Mei 2017

Ramadhan (1) : Rindu

Sore sebelum tarawih, masjid dekat rumahku akan ramai dengan puji-pujian yang dilantunkan anak laki-laki yang semangat menyambut Ramadhan. Bergantian memegang mikrofon dan terkadang terdengar gelak tawa.
“Allahumma innaka...............................”
Gimana di Jogja?

Telinga saya masih kering puji-pujian itu. Huh merindu juga.
Besok bimbingan untuk penelitian, nggak bisa nulis panjang kali lebar. (alaaah. alesan !)



Tak Berjudul

Terima kasih telah mengantarkan diri pada pintu
Pintu taman beranjau
Tak memiliki cerobong asap untuk membakar risau
Hanya pilihan menginjak ranjau
Mataku buta karena parau
Pun Tuli sebab kacau
Tapi ranjau tak bertoleransi pada kerisauan
Ia hanya diam dan tetap bergandengan tangan
Mengantarkan siapapun pada tujuan
Tidak
Aku tak akan bertanya lagi
Tentang mengapa harus ada ranjau?
Sebab kau akan lebih dulu mengajak mencicipi jenis ranjau yang berbeda
Saat kita melangkah bersama,
Lalu ranjau biru, hitam dan abu-abu itu berhasil ku lewati
Aku berhenti
Karena ini batasku.
Aku akan memulai dengan arah yang berbeda.
Tidak
Aku tak akan bertanya tentang melati dari setiap ranjau itu
Biarlah hanya untukmu saja.
Cukup aku merasakan ranjau biru, hitam dan abau-abu itu saja
Sungguh aku tak akan bertanya lagi tentang namaku yang berjejer dengan namamu.

Sungguh tidak lagi.