Rumput Liar

Senin, 20 Februari 2017

Kelas impian difabel

Ini serpihan kisah  tentang note-taker  mahasiswa Tuli (orang biasa menyebut tunarungu) yang terbata-bata memakai bahasa isyarat.  Tugas saya hanya mencatat materi yang dijelaskan dosen sambil sesekali menerangkan makna-makna yang tidak dipahami mahasiswa  Tuli. Dalam perjalanan menuju kelas, bayangan-bayangan diskriminasi terhadap mahasiswa Tuli di kelas berputar di pikiran saya. Pasalnya, beberapa waktu lalu saya terpaksa tersenyum  pahit ketika mendapat penolakan dari dosen untuk menggunakan slide dalam pengajarannya di kelas. Alasannya tidak terbiasa dan mengandalkan saya untuk menuliskan sekaligus menerangkan penjelasannya kepada mahasiswa Tuli. Penggunaan slide yang saya minta bertujuan agar memudahkan mahasiswa Tuli memahami alur penjelasan dosen sekalipun ada note-taker yang menuliskannya.

Yang membuat saya kaget, ketika masuk kelas saya melihat mahasiswa dengan Cerebral Palsy duduk di samping mahasiswa Tuli dan setelah saya duduk  diantara mereka, datanglah satu mahasiswa Tuli lain yang meminta saya duduk diantara dia dan mahasiswa Tuli yang pertama. Satu note-taker untuk  dua mahasiswa Tuli  dengan minimnya bahasa isyarat yang saya pahami. Wal hasil saya sering kali memainkan  kedua jari telunjuk dan berputar seolah mengeluarkan kata “ulangi”. Jika sampai 3 kali belum bisa menangkap maksud lalu dengan terpaksa saya menyodorkan kertas kosong dan membuat huruf O dengan ibu jari dan telunjuk dan menempatkannya di dekat bibir  untuk mengatakan  kata “Maaf”.

Beruntung hari ini menjumpai dosen yang lebih inklusi dan memahami kebutuhan mahasiswa Tuli dengan menggunakan slide dan sesekali bertanya pendapat mahasiswa Tuli untuk berpartisipasi di kelas. Tak hanya itu dosen tersebut juga sangat “welcome” dengan mahasiswa Cerebral Palsy, terlihat dari bagaimana cara beliau mendengarkan dengan “khusu” opini dari mahasiswa yang kata teman saya, terdengar menakutkan saat berbicara. 

Well, saya sangat suka kelas ini. Ini juga first time saya diminta memperkenalkan diri di kelas dan say hai dengan kelas asing ini. Sekilas mereka sangat terbuka dengan orang baru dan difabel tentunya. Ah saya teringat tentang difabel Tuli yang sama sekali tak mengenyam pendidikan di kampung halaman saya. Apa kabar mereka?

Anyway, terimkasih sudah membaca status terpanjangku. Semoga memberi manfaat.
Salam

Faroha

Yogyakarta, 20 Februari 2017