Rumput Liar

Jumat, 05 Mei 2017

KEPO


Pagi di ruang PLD, tiga mahasiswa Tuli sedang asyik berkomunikasi. Aku menyela sebentar. Meletakkan  jari telunjuk dan jempol yang disatukan. Kemudian diletakkan dekat bibir. Gerakan itu berbunyi “Maaf”. Ini adalah etika ketika menyela perbincangan saat terjadi komunikasi dengan teman-teman Tuli.

Aku menatap salah satu dari mereka.
“Kamu bawa leptop? Boleh saya pinjam sebentar?”
Kataku dalam bahasa isyarat yang diikuti juga dengan gerak bibir mengucapkan kata-kata itu. Cukup pelan.
“Untuk apa?” katanya. Ia mampu berbicara. Hanya saja suaranya ‘gambyang’. Tidak jelas.
“Untuk ngedit tugas sebentar. Komputer di sana lagi dipake,” kataku dengan sedikit gerakan isyarat memperjelas ucapan.

Ia mengangguk lalu mengeluarkan Laptop dari tasnya. Di samping kirinya, mahasiswa Tuli juga, menyapaku dan bertanya apa yang barusan aku bicarakan. Aku teringat mahasiswa Tuli lain yang setiap kali aku bertanya “Lagi ngapain?” “Ngerjain tugas apa?” “Itu buku isinya tentang apa?” Dia dengan sigap membentuk huruf K dengan satu jari lalu diletakkan di jidat. “Kepo” itu bunyinya. Gerakan itu juga diikuti dengan mimik bernada cuek. Duh.

Itulah yang kemudian aku lakukan untuk menjawab pertanyaan dari si dia. Tapi dengan nada bercanda.
“Eh kita itu Tuli. Jadi wajar kalau kita itu kepo. Beda dengan kamu orang dengar,”  
Ia ucapkan dengan kalimat yang begitu cepat. Suara keras yang biasa ia ucapkan membuatku memahami langsung meski tak diikuti gerakan penjelas. Ia hanya meletakkan kelingkingnya di dekat telinga dengan bermaksud mengatakan Tuli. Dia menjelaskan sembari tersenyum. Tanda mengajakku untuk memahami karakteristik yang melekat pada diri mereka.

Yogyakarta
Jum'at, 5 Mei 2017