Rumput Liar

Sabtu, 25 Maret 2017

Bukan menjual disabilitasnya

Saat wawancara dengan pendiri Diffcom, Mas Butong
Difabel masih mengalami pergulatan penerimaan diri sebagai sosok manusia yang memiliki hak berpartisipasi di dalam masyarakat. Stigma negatif masih kuat menempel pada mereka. Ini terjadi karena berbagai faktor. Kaca mata masyarakat dalam memandang difabel serta difabel itu sendiri menjadi sebagian dari faktor tersebut. Kedua hal ini tentu memiliki porsi masing-masing. Tapi terangkum dalam 1 kasus.
Masyarakat sudah “kadung” melihat fakta bahwa ada difabel yang memanfaatkan disabilitasnya untuk meraih empati. Difabel memposisikan dirinya sebagai sosok lemah yang selalu butuh bantuan.

Dari sinilah masyarakat selalu memandang “disability” yang ada pada difabel. Bukan pada “ability” yang pasti dimiliki setiap orang. Tak terkecuali difabel.

Berangkat dari hal inilah komunitas Diffcom (Difabel and Friends Community) memberdayakan difabel serta mengangkat isu ini melalui karya seni. Sebuah karya seni yang bukan menjual “disabilitas”. Fokus pada penciptaan karya seni berkualitas tinggi yang membuktikan difabel sebagai sosok manusia yang juga memiliki kelebihan.


Hal ini juga akan kembali pada pertanyaan “mereka bisa apa?” sebagai syarat penerimaan jika berhasil terjawab. Ini potret sebagian dari masyarakat kita.
Terimakasih Mas @Butong Idar, tabir penghalang pengetahuan itu semakin tersikab saat berdiskusi dengan njenengan.

Nah berikut ini hasil jempretanku. Dulu, pernah penelitian tentang kampung ini. Kampung dolanan. Yup inilah syahdunya udara Pandes, Panggungharjo, Bantul, YK.

Aula Pojok Budaya




Patungnya ngapain itu???




good picture with the good art




Yup, kampung yang menyimpan budaya dengan makna yang sangat deep





Thanks Mas Butong



Yogyakarta, 25 Maret 2017

Dalam dekapan malam berhias hujan