Rumput Liar

Kamis, 09 Februari 2017

Nuansa Syahdu itu..

Ba'da shubuh di Pare


Sirahku tertutup bantal. Sengaja aku lakukan untuk menutupi mata dari sinar lampu yang sengaja pula tak ku matikan. Niatnya, aku akan bangun pukul 20.30 karena schedule  malam ini mengedit tulisan yang sudah 70% jadi. Sayang, lelahku merenggut waktu. Aku terbangun pukul 21.50 dengan segenap tenaga mengusir lelah dan malas. Itu juga ku lakukan saat menunggu isya tadi. Selesai dengan yasin, badanku sungguh berat hingga limbung diatas sajadah. Untunglah suara ketuk pintu kamar mengejar lelapku untuk segera terjaga. Hingga akhirnya aku memilih lelap sejenak setelah meyapa piring dan gelas di dapur bekasku yang belum sempat aku bersihkan.
Hari ini aku berusaha  keras untuk membuat hati dan pikiran serta suasana seperti layaknya aku di pesantren dulu. Ya tak dapat dipungkiri bahwa aku sungguh merindukan nuansa syahdu pesantren. Jiwaku seperti terikat dengan nuansa yang menyejukkan jiwa itu. Dimanapun aku berada, aku ingin menciptakan nuansa itu.
Membaca asmaul khusna ketika detik menuju pukul 07.00, mengucap bacaan dzikir setelah shalat, memanjatkan alunan do’a-do’a sebelum membaca al qur’an dan masih banyak lagi serangkaian rutinitas yang aku rindukan. Ah semuanya benar-benar menohokku begitu dalam. Jiwaku merindukan hal ini sejak hariku dikuras untuk bekerja hingga membuatnya kering kerontang. Sungguh menyedihkan hidup bersama jiwa yang mati. Untuk itu, aku tak mau lagi meninabobokan jiwaku. Melalui re-design, akan ku ciptakan setiap hal menjadi nuansa syahdu itu lagi.
Nuansa syahdu itu juga ada di gelapnya malam rumahku di Cirebon. Sekitar pukul 3 pagi, aku akan menikmati alunan syahdu suara istighfar  dari bilik masjid. Suaranya khas. Aku yakin itu suara satu orang bapak-bapak yang mencintai kesyahduan sepertiga malam. Entahlah sekang masih ada atau tidak suara itu. Terakhir ketika libur lebaran kemarin aku tak mendengarnya lagi.
Kota Kediri dan nuansanya itu juga mengikat jiwaku. Kecamatan pare tepatnya. Juli 2016 aku sempat berjabat tangan dengan Pare dan lagi-lagi membuat goresan kenangan tentang nuansa syahdu itu. Setiap menjelang shalat 5 waktu akan selalu terdengar dari bilik-bilik masjid saling bersahutan. Nuansa syahdu itu slalu ada dan menyambut semangatku untuk terus setia dengan proses belajar. Dapatkah aku merasakan hal itu lagi? 
Nuansa syahdu yang selalu di tawarkan Pare, rumahku dan pesatren itu benar-benar mengundang jiwa untuk selalu mengingat sang pencipta.
Ah indahnya jiwa ketika terbelenggu dengan hal itu.

Menjelang tengah malam,
Yogyakarta, 09 Februari 2016