Pilihan saya jatuh pada buku ini |
Ada banyak hal yang
ingin saya ceritakan dalam rangkaian huruf di lembaran putih ini. Sungguh
banyak sekali. Sayang, aku tak punya banyak quality
time untuk mewujudkannya. Lagi-lagi menulis bukan sembarang aktivitas yang
selalu dapat hasil yang maksimal dan memuaskan. Saat menyusun kata dan selesai
dalam hitungan menit, selalu ada rasa ingin mengubahnya. Ah bukankah segala
sesuatu tidak ada yang sempurna. Maka menulislah meski berkejaran dengan waktu
dan harus lagi-lagi menatap khusu paragraf demi paragraf.
Siang kemarin (kamis,
09 Maret 2017) aku mengunjungi ruang wakil Dekan I, Ibu Alimatul Qibtiyah,
Ph.D. Tidak ada perlu penting hanya ingin meminjam buku untuk bahan referensi
belajarku. Sayang, resepsionis mengatakan beliau sedang mengajar. Karena semalam
ibu sudah membolehkan saya mengunjungi kantornnya, jadilah memasuki ruang tanpa
penghuni itu.
Ruangannnya cukup
besar. Lebih besar sedikit dari kamarku sekarang. Ada foto keluarga dan
beberapa piagam yang telah diraih beliau. Aku tak berniat menyelidik isi
ruangan itu, hanya saja aku harus melakukannya karena buku yang ku cari tak
juga ku temukan. Benar kata Ibu, bukunya banyak. Maka tak heran saat aku
menghubungi beliau untuk meminjam buku referensi, beliau tak juga membalas.
Baru setelah ku kirim pesan yang sama ibu membalas. Beliau mengatakan “Buku
yang mana yang dimaksud? Soalnya banyak
je.” Kurang lebih seperti itu.
Beberapa buku ku
temukan di rak yang tertata rapi di samping kanan pintu. Aku mencoba
mensingkronisasi dengan referensi yang tercatat di Rencana Pembelajaran
Semester (RPS). Saat itu pula ada yang megetuk pintu dan langsung membuka pintu
ruangan tersebut. Membuatku kaget dan khawatir karena terbersit rasa bersalah
karena memasuki ruang salah satu petinggi di Fakultas Dakwah ini.
“Ibu Alim dimana?”
tanya pria yang sedari tadi duduk dan mengobrol di ruang sebelah.
“Sedang mengajar. Saya
hanya diminta ke ruangannya untuk mencari buku,” jawabku tanpa ditanya. (saking
takutnya, duh)
“Oh begitu. Ngajar
dimana?” Tanya lagi. Cukup kaget dengan pertanyaan ini.
“Oooh tidak. Saya hanya
mahasiswanya bu Alim,” ucapku
tergesa-gesa.
“Oh begitu. Ya sudah
silahkan dilanjutkan,” kataya.
Saya hanya membalas
dengan senyum terkaget-kaget.
Apakah saya terlihat
seperti dosen?
Yogyakarta
Jum’at
Mubarrok, 10 Maret 2017
08.24