Ini
serpihan kisah tentang note-taker mahasiswa Tuli (orang biasa menyebut
tunarungu) yang terbata-bata memakai bahasa isyarat. Tugas saya hanya mencatat materi yang dijelaskan
dosen sambil sesekali menerangkan makna-makna yang tidak dipahami mahasiswa Tuli. Dalam perjalanan menuju kelas, bayangan-bayangan
diskriminasi terhadap mahasiswa Tuli di kelas berputar di pikiran saya.
Pasalnya, beberapa waktu lalu saya terpaksa tersenyum pahit ketika mendapat penolakan dari dosen
untuk menggunakan slide dalam pengajarannya di kelas. Alasannya tidak terbiasa
dan mengandalkan saya untuk menuliskan sekaligus menerangkan penjelasannya
kepada mahasiswa Tuli. Penggunaan slide yang saya minta bertujuan agar
memudahkan mahasiswa Tuli memahami alur penjelasan dosen sekalipun ada note-taker
yang menuliskannya.
Yang
membuat saya kaget, ketika masuk kelas saya melihat mahasiswa dengan Cerebral Palsy duduk di samping
mahasiswa Tuli dan setelah saya duduk diantara mereka, datanglah satu mahasiswa Tuli
lain yang meminta saya duduk diantara dia dan mahasiswa Tuli yang pertama. Satu
note-taker untuk dua mahasiswa Tuli dengan minimnya bahasa isyarat yang saya
pahami. Wal hasil saya sering kali memainkan kedua jari telunjuk dan berputar seolah
mengeluarkan kata “ulangi”. Jika sampai 3 kali belum bisa menangkap maksud lalu
dengan terpaksa saya menyodorkan kertas kosong dan membuat huruf O dengan ibu
jari dan telunjuk dan menempatkannya di dekat bibir untuk mengatakan kata “Maaf”.
Beruntung
hari ini menjumpai dosen yang lebih inklusi dan memahami kebutuhan mahasiswa
Tuli dengan menggunakan slide dan sesekali bertanya pendapat mahasiswa Tuli
untuk berpartisipasi di kelas. Tak hanya itu dosen tersebut juga sangat “welcome”
dengan mahasiswa Cerebral Palsy, terlihat
dari bagaimana cara beliau mendengarkan dengan “khusu” opini dari mahasiswa
yang kata teman saya, terdengar menakutkan saat berbicara.
Well,
saya sangat suka kelas ini. Ini juga first
time saya diminta memperkenalkan diri di kelas dan say hai dengan kelas
asing ini. Sekilas mereka sangat terbuka dengan orang baru dan difabel
tentunya. Ah saya teringat tentang difabel Tuli yang sama sekali tak mengenyam
pendidikan di kampung halaman saya. Apa kabar mereka?
Anyway,
terimkasih sudah membaca status terpanjangku. Semoga memberi manfaat.
Salam
Faroha
Yogyakarta, 20 Februari 2017