Ini
kisah yang paling sulit dijelaskan, sudah beberapa kali saya buat narasi awal.
Pasti ujungnya saya delete. Entah mau gaya seperti apa tulisan ini saya buat.
Melirik pada kawan-kawan seperjuangan telah menuliskannya dalam bentuk berita
dan diupload di laman Universitas, saya termenung dan lagi-lagi berpikir gaya
seperti apa sehingga isi pikiran ini bisa tertuang dalam goresan penaku.
Akhirnya saya tulis mengalir sesuai jari jemariku yang tak sabar untuk menekan
keyboard ini. Toh saya hanya ingin tulisan saya mejeng di laman blog saya sendiri dan menjadi kenangan yang akan
dibaca oleh putra putiku kelak (merasa tua, jleb banget..hehe)
Menginjakkan
kaki di tanah kampung inggris ini adalah keberuntungan bagiku. Terus terang
meski hanya 2 minggu, saya merasa sangat menikmati segala aktivitas yang ada. Karena
dari segi kesibukan tidak jauh berbeda dengan aktivitas di pondok dimana saya
tinggal. Bahkan lebih dari itu, saya belajar banyak hal dari keempat kawan saya.
Bersama mereka saya menjaga keistiqomhan rutinitas di pondok. Beruntungnya,
kamar kami bersampingan dengan Mushala.
Saya
beserta 135 kawan Bidikmisi menimba ilmu bersama di Kresna English Language
Institute yang beralamat di Jl. Asparaga No. 13 Tegalsari Tulungrejo Pare Kediri Jawa Timur. Walaupun
dari segi akademis, waktu yang sangat sigkat itu hanya cukup untuk memahami apa
itu Bahasa Inggris dan kemudian meraba struktur kalimat dan pengucapannya. Tetapi
belajar dengan lingkungan baru, teman-teman yang sebagian baru dikenal dan
tentu saja dengan para tutor yang baru, tentu memiliki sensasi tersendiri. Kami
terbagi menjadi 5 kelas. Saya masuk ke dalam kelas E dengan nama ‘Galileo Class’.
Jujur, saya merasa tidak pantas masuk ke kelas ini. Beberepa dari mereka pernah
menimba ilmu sebelumnya di Pare. Ada juga yang sudah persiapan untuk tes Toefl.
Wah kebayang, kualitas English saya kacangan sekali ini. Yup, benar saja. Ketika
masuk kelas speaking, dengan tutor Mr Adi Kurniawan, terlihat bakat-bakat mereka.
Nyali saya sungguh mendadak melempem.
Ada
3 tutor lagi selain Mr. Adi. Yaitu Mr. Didik untuk kelas Grammar for speaking,
Mr. Adzim untuk kelas Grammar for writing dan Mr. Farid untuk Vocab. Nah yang
terakhir ini, temen-temen biasa memanggilnya Mr. Kokoh dan sampai sekarang saya
tidak tau apa alasan mereka menempelkan nama baru pada beliau. Menjadi yang
paling awal keluar dari kelas pagi dan terakhir menjelang maghrib adalah ciri
khas dari kelas ini. Yang paling berkesan adalah proyek presentasi untuk kelas
speaking. Temanya bebas. Kami diwajibkan berbicara dengan berbahasa inggris.
“Paham atau tidak paham
gunakan bahasa inggris.” Pesan Mr. Adi.
Jadilah
tugas ini menjadi tugas paling memakan waktu dan pikiran karena menjadi final
examination. Dimana hasilnya akan termuat di dalam sertifikat. Jumat minggu kemarin
kelompok saya presentasi dengan tema “Right and Left Brain”. Setau saya
kelompok kami yang paling minim persiapan dengan tema yang sangat saintis. Jadilah
tampil dengan modal kata “sebisanya”. Presentasi diakhiri dengan senam otak
sebagai hiburan dan tentu saja foto bersama.
Suatu ketika ada kelompok
lain yang presentasi dengan tema ‘Blood Type’. Yang menarik adalah ketika sesi
tanya jawab. Kelompok tersebut merasa kualahan dengan pertanyaan dari sang
tutor. Hingga salah satu dari mereka, seorang perempuan, yang menjawab setiap
pertanyaan tiba pada titik lelah. Wajar saja hal itu terjadi karena harus
berpikir menjawab pertanyaan sekaligus menerjemahkan dalam bahasa inggris plus
menyampaikannya pula.
“Can I answer you’re
question with Indonesia Language?” tanya dengan nada terengah-engah.
“No, Can’t. Oke Thanks,”
ucapnya menutup kelas yang telah melewati jam pulang tersebut.
Tempat belajar kami
cukup jauh dari camp tempat kita menginap. Jadilah kita menyewa sepeda untuk
mobilitas sehari-hari selama 2 minggu di Pare. Sepeda itulah yang menjadi ‘sapu
terbang’ untuk menjelajahi Kediri. Dari taman KiliSuci, masjid An Nur, Candi
Banyunibo hingga Simpang Lima Gumul (SLG), telah mereka kunjungi. Itupun bagi
mereka yang ‘seterong’. Karena jarak yang berkilo-kilo jauhnya. Diakhir perjalanan
di pare, kami beserta rombongan mengunjungi Gunung Kelud dan Tugu SLG. Saya menyebut
SLG sebagai Arc’ De Triomphe-nya kediri. Tugu ini terinspirasi dengan bangunan Arc’
De Triomphe, Prancis. Dulu ketika di Aliyah, saat belajar bahasa Perancis mengugkit
tentang icon dari negara Prancis tersebut. Salah satunya ya Arc’ De Triomphe
ini. Bedanya, Tugu SLG sebagai jalan simpang lima sehingga kendaraan melewati
atau memutar Tugu tersebut. Sedangkan Arc’ De Triomphe, arus kendaraan melewati
terowongan icon Prancis itu. Harapan untuk mengunjungi icon Prancis itupun
terpatri.
Setelah masa belajar di
Pare itu berakhir, ternyata bukan hanya saya yang tidak bisa move on, atau
bahkan tidak mau move on, dari kenangan di Pare. Hingga tulisan ini saya buat,
Grup Whats Up Galileo Class masih ramai dikunjungi para anggotanya. Terlebih
para tutorpun ikut ‘menjenguk’ anak-anaknya yang jauh dari jangkauan mata ini.
.
Sungguh saat itu saya tidak bisa berucap ‘say goodbye’ saya hanya mau
mengucapkan ‘see you next time and see you at the top’.
Terimaksaih untuk seluruh panitia, kawan serta para tutor dari Kresna English Language Institute. Mengenal kalian adalah keberuntungan bagi saya.
Ket. masa tegang saat presentasi
Ket. hari terakhir di kelas.
Ket. Kelompok 2
Ket. Tugu SLG (Arc De Triomphe-nya Kediri)